06.56

AALI Astra Agro Lestari Tbk

JAKARTA. Produsen minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menegaskan, laba bersih semester pertama tahun ini anjlok 52% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penyebabnya adalah turunnya penjualan CPO dan rendahnya harga CPO. Hal ini ditegaskan oleh AALI, Selasa (28/7).

Laba bersih periode Januari hingga Juni 2009 mengkerut menjadi Rp 769,85 miliar dari Rp 1,6 triliun tahun lalu. Angka ini jauh lebih besar ketimbang perkiraan Analis Syailendra Capital Lanang Trihardian yang memprediksi kemerosotan laba bersih AALI tak lebih dari 20%.

Sementara itu, penjualan AALI juga menyusut 24% dari Rp 4,64 triliun pada tahun lalu menjadi Rp 3,54 triliun.

Anak usaha PT Astra International Tbk (ASII) ini menjual CPO dengan harga rata-rata Rp 6.386 per kilogram, turun 23% dari Rp 8.299 per kilogram pada akhir Juni 2008.

Asal tahu saja, sepanjang semester pertama 2009, emiten bernama AALI ini berhasil memproduksi CPO sebanyak 499.444 ton atau naik tipis 1,1% dibandingkan produksi periode yang sama tahun lalu.

Sekarang ini, AALI tengah merampungkan pembangunan satu pabrik pengolahan minyak sawit atau crude palm oil (CPO) di Kalimantan Timur berkapasitas 45 ton tandan buah segar (TBS) per jam. Pabrik ini akan beroperasi tahun ini.

Sekarang, AALI sudah memiliki 20 pabrik kelapa sawit dengan total kapasitas 840 ton TBS per jam. Apabila pabrik baru tadi selesai sesuai jadwal, tahun ini AALI akan memiliki 21 pabrik dengan kapasitas produksi 985 ton TBS per jam.

Rencananya, ekspansi AALI akan berlanjut ke semester kedua 2009. Perseroan ini akan membangun dua pabrik kepala sawit dengan kapasitas produksi masing-masing 30 ton TBS per jam dan 45 ton TBS per jam. Kebutuhan investasi untuk membangun dua pabrik itu US$ 20 juta

02.20

KLBF Kalbe Farma Tbk

Industri Farmasi: Lompatan-Lompatan Bisnis dr. Boen

Saat ini industri farmasi dunia memasuki lanskap bisnis baru berupa penggunaan obat berbasiskan kemajuan bidang bioteknologi dan sel punca. Tak mau terlambat beradaptasi, dalam 6–7 tahun terakhir, PT Kalbe Farma Tbk., yang didirikan dr. Boen, telah melakukan lompatan bisnis di kedua tren bisnis farmasi itu. Walau menelan biaya besar, Kalbe telah cukup berhasil memperoleh nilai bisnis yang tidak kecil di kedua bidang itu.

Think Global, Go Regional, and Act Local. Itulah pakem singkat, padat, dan jelas yang kerap diutarakan Boenjamin Setiawan mengenai masa depan PT Kalbe Farma Tbk., perusahaan farmasi yang didirikannya sejak 1966. Menurut pria yang akrab disapa dr. Boen itu, Think Global berarti Kalbe harus selalu bermimpi dan berpikir global untuk bisa mengikuti perkembangan dunia. Go Regional berarti Kalbe harus sudah melangkah ke pasar regional, sedangkan Act Local berarti Kalbe harus menguasai pasar dalam negeri atau mampu menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.

alt

Mengapa dr. Boen berpikiran seperti itu? Menurutnya, memang saat ini Kalbe telah berhasil menjadi perusahaan farmasi publik terbesar di

Indonesia. Bahkan, sekitar tahun 1989 Kalbe telah berhasil mengembangkan pasarnya di negara-negara altASEAN, Nigeria, dan Sri Lanka. Akan tetapi, dunia industri farmasi terus berkembang pesat. Apabila Kalbe tidak bisa beradaptasi dengan perkembangan dunia itu, ia khawatir Kalbe tidak bisa bertahan lama. “Saya ingin Kalbe dapat terus bertahan hingga 100 tahun lebih. Secara realistis, kalau melihat sejarah industri farmasi dunia, memang kepemilikan pendiri dan keluarganya di perusahaan farmasi pada suatu waktu akan mengencer, tidak mungkin dimiliki seterusnya. Namun, yang penting perusahaan itu masih ada. Itu yang diharapkan,” ujar founder and senior advisor PT Kalbe Farma Tbk. itu.

Dalam pandangan dr. Boen, perkembangan industri farmasi dunia terbagi dalam lima gelombang. Pertama, penggunaan tanaman dan binatang sebagai bahan baku obat, atau umum disebut dengan obat herbal. Kedua, penggunaan obat sintetik. Gelombang ketiga terjadi ketika muncul penemuan berbagai obat antibiotika. Keempat, penemuan berbagai obat biopharmaceutical. Gelombang kelima atau yang terakhir adalah penggunaan stem cell untuk pengobatan terapi sel atau targeted therapy. “Kalau kita melihat jenis-jenis penyakit, stem cell ini bermanfaat untuk mengobati penyakit degeneratif, seperti kencing manis, tekanan darah tinggi, dan kanker. Pokoknya penyakit-penyakit yang umumnya diderita orang tua,” ungkap dr. Boen.

Jadi, ada lanskap baru dalam perkembangan industri farmasi. Dan, dr. Boen tegas-tegas menyatakan Kalbe harus bisa beradaptasi dengan lanskap baru itu. “Falsafah Kalbe Farma adalah survival through growth and adaptation. Perusahaan ini harus mampu terus survive,” tegas dr. Boen. Sembari mengutip ucapan ilmuwan masyhur dunia Charles Darwin, bahwa “It is not the strongest of the species that survive, nor the most intelligent, but the one that is most responsive to change”, dr. Boen menandaskan bahwa perusahaan mampu survive apabila terus mampu mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia. Maka, dalam kurun waktu 6–7 tahun terakhir, Kalbe pun memberanikan diri melangkah ke gelombang keempat dan kelima dalam tren industri farmasi global.

Lompatan ke Bisnis Biopharmaceutical alt
Pada akhir 1990-an terjadi perkembangan baru di industri farmasi dunia, yaitu muncul gelombang produk-produk obat berbasis bioteknologi atau biopharmaceutical, terutama produk-produk seperti eritropoietin (EPO). Fungsi eritropoietin adalah merangsang pembentukan sel darah merah. Pada sakit tertentu, seperti sakit ginjal kronis, sel darah merah turun, maka apabila ditambahkan dengan EPO, sel darah merah akan naik kembali.

Akan tetapi, harga obat seperti EPO terlalu mahal dan banyak orang Indonesia yang tak mampu membelinya. Sekali suntikan EPO harganya bisa sampai Rp1 juta. Padahal, orang yang sakit ginjal kronis ini sudah harus melakukan haemodialisa atau cuci darah yang selama satu bulan biayanya sudah Rp6 juta-an. Apabila kemudian harus disuntik dengan EPO sampai 2–3 kali, maka pasien harus mengeluarkan biaya Rp2–3 juta lagi.

Hal itulah yang kemudian memancing Kalbe untuk terjun ke dalamnya. Mereka melihat peluangnya besar dan pasarnya ada. Banyak orang membutuhkan, tetapi tidak sanggup membelinya karena terlalu mahal. ”Waktu itu kami mulai berpikir mengapa tidak memulai sesuatu yang baru,” ungkap Johannes Setijono, presiden komisaris PT Kalbe Farma Tbk. Memang Kalbe berhasil tumbuh besar dengan mengandalkan produk-produk obat yang tergolong gelombang pertama, kedua, dan ketiga. Artinya, Kalbe besar dengan memproduksi obat-obat antibiotik, obat kimia, dan beberapa obat herbal. Pada 1989 Kalbe pun sudah mengembangkan pasar luar negeri untuk obat-obat tersebut. Namun, Kalbe juga melihat ketika itu pasar obat-obat kimia dan antibiotik dunia makin jenuh dan makin crowded. Hampir semua pelaku industri farmasi bermain di dalamnya. “Semua orang mainnya sama,” terang Johannes.

altMaka, pada 2002–2003 Kalbe mulai beradaptasi dengan perkembangan baru itu, dengan merintis langkah pertama yang sederhana. Pada tahun itu, mereka mulai bekerja sama dengan perusahaan di luar negeri yang memproduksi obat-obat yang masuk ke arah biological dan melakukan clinical trial di Indonesia kendati dengan biaya yang tidak sedikit. ”Misalnya untuk EPO, dengan nama produk kami HEMAPO, kami melakukan clinical trial cukup banyak. Jadi, untuk membuktikan kalau untuk pasien ginjal bagaimana atau pasien kanker bagaimana. Jadi, setiap indikasi harus dibuktikan,” jelas Johannes. Gelombang keempat atau gelombang penggunaan obat-obat berbasis bioteknologi terdiri dari dua jenis, yaitu obat biopharmaceutical baru dan obat biosimilar atau produk identik dari obat biopharmaceutical yang telah ada sebelumnya. Obat similar umumnya muncul seiring habisnya masa paten obat biopharmaceutical sebelumnya.

Tidak cukup dengan satu produk, Kalbe pun mulai membuat beberapa produk obat biopharmaceutical lainnya yang memiliki pangsa pasar besar di dunia, tetapi di Indonesia masih kecil, seperti interferon dengan nama produk Kalferon dan granulocyte colony-stimulating factor dengan nama produk Leucogen. ”Jadi, ini beberapa produk yang sebenarnya menirukan sel-sel dalam tubuh kita yang kekurangan pada waktu keadaan sakit,” terang Johannes.

Setelah inisiatif-inisiatif itu mulai terlihat perkembangannya, barulah Kalbe mulai memikirkan anak perusahaan yang mewadahinya. Mereka mengonsentrasikan semua kegiatan pemasaran dan clinical trial yang menyangkut biological ini pada satu anak perusahaan bernama Innogene Kalbiotech yang berbasis di Singapura. Sejak itu, gerak Kalbe mengarungi lanskap baru bisnis farmasi makin jauh.


Lompatan ke Bisnis Targeted Therapy

altKalbe kemudian melihat peluang di bidang farmasi biological ternyata jauh lebih luas dibandingkan sebelumnya seperti eritropoietin, interferon, dan lain-lain. Era pengobatan sekarang mulai menginjak pada era yang disebut targeted therapy atau pengobatan yang targeted untuk sel-sel yang sakit. Salah satu yang terkenal adalah penggunaan monoclonal antibody (MAB) untuk sel kanker. ”Produk yang menggunakan MAB ini mulai dikenal di seluruh dunia, tetapi di Indonesia pemasarannya tidak besar karena harganya mahal sekali,” papar Johannes.

Kembali naluri bisnis Kalbe bergerak. Setelah mulai berhasil dengan produk-produk obat biosimilar, pada 2004–2005 Kalbe mulai menginjakkan kaki di bidang pengobatan targeted untuk sel-sel yang sakit. Di masa depan, peluang usaha untuk bidang ini terbilang besar. Pasalnya, pengobatan kanker dengan kemoterapi memiliki efek samping yang terkadang membuat pasien meninggal. Sementara itu, MAB membantu proses pencegahan sel kanker berkembang biak dengan menyasar langsung tepat ke sel kanker tersebut dan tidak membunuh sel yang lain.

Memasuki pengembangan produk targeted therapy ini, Kalbe mendapatkan peluangnya dengan bergabung dalam satu penelitian bersama (coordinated trial) untuk satu produk, bekerja sama dengan perusahaan Kuba dan Kanada. Kalbe mendapat tawaran untuk bersama-sama mengembangkan suatu produk yang memiliki potensi besar sekali. Mengembangkan di sini berarti Kalbe diajak bersama-sama melakukan clinical trial guna membuktikan bahwa produk ini berkhasiat untuk kanker dengan varian yang beragam. Nama kimia produk itu adalah nimotuzumab dan nama dagang Kalbe untuk produk itu adalah TheraCIM. “Ini adalah satu MAB yang pada waktu itu kami melihat akan bagus sekali karena semua data yang ada menunjukkan bahwa dia adalah suatu produk yang targeted sehingga efek sampingnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan kemoterapi atau bahkan dibandingkan dengan targeted therapy yang lain,” jelas Johannes.

Hitung-hitungan Kalbe, dengan efek samping yang minimal, peluang pasar obat nimotuzumab cukup terbuka lebar. Harapannya, dengan adanya obat yang memiliki efek samping kecil, orang yang menderita sakit kanker bisa mendapatkan alternatif pengobatan yang lebih baik. Dengan masuk ke pengobatan targeted therapy ini, boleh dibilang Kalbe kembali melakukan lompatan usaha sekaligus pula memperluas pasar internasional Kalbe hingga ke berbagai negara. Pasalnya, untuk mengembangkan produk nimotuzumab ini mendapatkan rights wilayah kerja di ASEAN, Afrika Selatan, dan beberapa negara di Afrika. Selain itu, dalam konsorsium tersebut, Kalbe mendapatkan peluang kerja sama clinical trial dengan perusahaan-perusahaan farmasi negara-negara maju seperti Oncoscience AG (Jerman), Daiichi Sankyo Co. Ltd. (Jepang), dan Kuhnil Pharmaceutical Co. Ltd. (Korea).

Kendati demikian, ongkos yang harus dikeluarkan Kalbe untuk dapat sukses ke bisnis targeted therapy ini juga besar. Selain harus membiayai sendiri clinical trial yang harus dilakukan Kalbe, mereka juga harus berkontribusi juga terhadap clinical trial yang dilakukan perusahaan Kuba dan Kanada itu sebelumnya. Pada waktu Kalbe mendapatkan rights untuk mengembangkan produk nimotuzumab di wilayah kerja yang diperuntukkan Kalbe, Kalbe harus membayar US$1 juta. “Padahal, biaya R&D kami saja tidak sebesar itu,” cetus Johannes. Tahun ini bujet untuk biaya R&D Kalbe sebesar Rp90 miliar, sedangkan tahun sebelumnya Rp40 miliar. Namun, Kalbe yakin begitu produk TheraCIM ini gencar dipasarkan di Indonesia dan makin baiknya penerimaan para dokter, maka biaya besar yang sudah dikeluarkan bisa tertutupi sejalan dengan tumbuhnya permintaan. “Oleh karena ini usaha pertama, asalkan bisa menutup, itu sudah bagus atau tidak rugi,” kata Johannes.

Lompatan ke Penelitian Stem Cell

Puaskah dr. Boen dengan keberhasilan itu? Tidak juga. Setelah usaha membuat produk targeted therapy dengan memulainya pada tahap clinical trial bisa dijalankan, dr. Boen menginginkan tahap yang lebih maju atau lebih awal lagi. Ia ingin Kalbe tidak hanya belajar membuat produk targeted therapy pada tahap clinical trial saja, tetapi, lebih jauh, bisa menemukan konsep-konsep dasar produk targeted therapy, yaitu stem cell atau sel punca. Dari ide inilah kemudian Kalbe mulai merintis pendirian Stem Cell and Cancer Institute (SCI) pada Desember 2006 untuk melakukan penelitian-penelitian tentang sel punca.

Awalnya tidak mudah karena jumlah tenaga ahli Indonesia di bidang penelitian semacam ini sangat terbatas. Maka, biaya besar pun harus dikeluarkan untuk merekrut tenaga-tenaga ahli asal Indonesia yang bekerja di luar negeri. Saat ini telah ada 10 orang doktor di bidang bioteknologi yang bergabung. Akan tetapi, ternyata itu tak cukup karena dibutuhkan pula tenaga-tenaga ahli tambahan untuk menangani bidang-bidang yang berbeda, sehingga akhirnya Kalbe pun merekrut beberapa tenaga ahli asing. Biaya makin membengkak karena yang namanya penelitian tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Maka, jelas Kalbe belum bisa mengharapkan return yang memadai dari usaha ini. Namun, bagi Kalbe, dalam inisiatif meneliti sel punca ini, untung-rugi adalah persoalan kedua. Persoalan yang lebih penting adalah hasil-hasil penelitian SCI bisa membantu kesembuhan pasien. “Kalau tidak bisa membantu pasien, apa gunanya melakukan penelitian? Pokoknya orang bisa yakin bahwa ini bermanfaat sambil kami meneliti lebih jauh,” papar Johannes. Ultimate goal dari penelitian-penelitian SCI adalah bisa menghasilkan sel punca yang tidak harus menunggu dari sel punca orang yang bersangkutan, tetapi bisa diterima oleh orang yang berbeda-beda, seperti layaknya bank darah atau satu produk bisa diterima semua. Sementara ini, paling tidak Kalbe ingin membuktikan dahulu bahwa penelitian sel punca memang bermanfaat.

Tutur Johannes, Kalbe menerapkan strategi yang pragmatis dalam mengembangkan SCI. Lembaga ini tidak melakukan penelitian dari nol karena membutuhkan waktu terlalu lama sehingga mereka banyak melakukan penelitian ulang hasil penelitian di luar negeri yang sudah terbukti. Selanjutnya, hasil penelitian ulang itu diproses menjadi produk yang bermanfaat bagi masyarakat.

Untuk langkah pertama, mereka mendirikan sebuah bank sel punca bersama perusahaan Singapura. Ini upaya sederhana karena hanya memproses umbilical cord blood (tali pusar) untuk disimpan sehingga tatkala diperlukan bisa segera dipakai dan bisa komersial. Usaha berikutnya adalah melakukan penelitian pemanfaatan darah dari tali pusar atau sel punca dari tali pusar untuk pengobatan luka bakar. Mereka kemudian bekerja sama dengan profesor dari Singapura yang bisa membuktikan bahwa sel tulang rawan di tulang lutut ternyata bisa ditumbuhkan kembali dengan stem cell. Mereka juga menjalin kerja sama dengan bagian orthopedic RSCM dan National University of Singapore untuk membuat layanan bagaimana menumbuhkan kembali sel tulang rawan di lutut yang rusak. Kalbe berharap akhir tahun ini sudah bisa mendapatkan izinnya dari Departemen KesehatanRI, yakni setelah laboratorium mereka selesai diaudit. Kalbe memberi brand Regenic untuk pengobatan luka bakar dengan menggunakan sel punca ini.

alt

Lompatan ke Bisnis Diagnostika Kanker

Di samping itu, di SCI, Kalbe juga mencoba mengembangkan jasa laboratorium diagnostika pada kanker, menimbang sekarang ini zamannya targeted therapy. Untuk melakukan targeted therapy pada kanker, tidak bisa secara serta merta. Harus ada pemeriksaan terlebih dahulu guna menentukan terapi yang paling cocok. Peluang inilah yang ditangkap SCI untuk bisa menjadi laboratorium rujukan untuk diagnostika bagi para dokter ahli kanker. Mereka memberi brand Kalgen untuk pengembangan diagnostika pada kanker ini. Beberapa dokter di Singapura dan Malaysia diketahui telah berminat menggunakan jasa laboratorium SCI.

Apakah jasa laboratorium SCI ini bisa menjadi sumber pemasukan yang berarti bagi Kalbe? Kalkulasi Kalbe, Kalgen akan banyak menyokong pemasaran TheraCIM. “Untuk sementara, bentuknya seperti itu. Jadi, pada satu sisi ada pos rugi, tetapi ada pos untung di sisi yang lain. Namun, kami berharap suatu saat kedua-duanya bisa saling mendukung dan menjadi profit center Kalbe,” urai Johannes. Kabar baiknya adalah Innogene sudah bisa menghasilkan keuntungan sendiri meskipun itu belum cukup untuk menutup total biaya penelitian yang dilakukannya sehingga masih perlu suntikan modal dari induk perusahaan. Sejauh ini, Kalbe telah mengeluarkan dana sebesar US$5 juta untuk pengembangan Innogene. Akan tetapi, Johannes yakin apabila ada investor yang tertarik masuk ke Innogene, maka ditaksir nilai Innogene bisa mencapai US$2530 juta.

alt

Diikuti Perusahaan Farmasi Nasional Lainnya

Sepengetahuan Johannes, pemain-pemain industri farmasi lain juga menggunakan jalan yang sama seperti Kalbe supaya bisa sukses pula melangkah ke pasar internasional. “Malah, untuk start, mereka membajak orang-orang Kalbe,” ungkap Johannes. Namun, itu untuk produk-produk farmasi yang termasuk gelombang pertama, kedua, dan ketiga. Sementara itu, untuk produk-produk farmasi yang termasuk gelombang keempat dan kelima, Johannes mencermati belum terlihat langkah yang serius dalam artian hingga membentuk perusahaan dan melakukan penelitian, meskipun secara sporadis telah ada yang mencoba.

Anthony Ch. Soenarjo, ketua umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia, menilai langkah Grup Kalbe ini patut diacungi jempol. “Artinya, ini ada kemajuan baru di industri farmasi nasional,” tandasnya. Ia mencermati sebelumnya industri farmasi nasional sering kali tertinggal bertahun-tahun terhadap temuan-temuan teknologi baru di industri farmasi dunia. Termasuk juga dalam hal pengembangan obat berbasiskan bioteknologi di dunia, karena sebenarnya hal itu telah terjadi 1015 tahun lalu. Akan tetapi, lain halnya dengan pengembangan obat berbasiskan sel punca. “Stem cell baru muncul belakangan, sehingga kalau di Indonesia sudah ada yang bisa, artinya industri farmasi di Indonesia selangkah lebih maju karena sudah bisa cepat mengikuti perkembangan dunia farmasi internasional,” terangnya. Anthony yakin langkah Kalbe ini juga telah dilakukan oleh perusahaan farmasi lainnya. “Saya harap industri farmasi yang lain juga akan mengembangkan riset serupa,” cetusnya.

Awal tahun ini industri farmasi global diguncang oleh tiga peristiwa megamerger dan akuisisi yang melibatkan enam raksasa farmasi global. Hal itu terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan, yaitu hanya dalam tempo tiga bulan (JanuariMaret 2009). Peristiwa pertama adalah akuisisi Wyeth oleh Pfizer, produsen obat terbesar di dunia, dengan nilai US$68 miliar. Ini merupakan peristiwa akuisisi terbesar di industri farmasi global dalam 10 tahun terakhir. Akuisisi terbesar pernah terjadi pada 1999 ketika Pfizer mencaplok Warner-Lambert dengan nilai US$90 miliar. Selang beberapa waktu setelah Pfizer mengakuisisi Wyeth, giliran Merck yang mengakuisisi Schering-Plough Corporation senilai US$41,1 miliar. Peristiwa ketiga yakni akuisisi Genentech oleh Roche dengan nilai US$46,8 miliar. Sinergi itu, selain membuat nilai penjualan tahunan perusahaan-perusahaan global itu bertambah besar, juga membuat anggaran riset mereka untuk menemukan obat-obat baru pun jadi makin kuat.

Di samping itu, saat ini industri farmasi di Cina dan India makin pesat perkembangannya, sehingga tidak hanya mampu berkiprah di Asia, tetapi juga di tingkat dunia. Cina kian mengukuhkan diri sebagai penyedia bahan baku industri farmasi dunia, sementara India memiliki kemampuan produksi farmasi bagi kepentingan negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan Eropa. Maka, dalam konteks tantangan persaingan global sedemikian rupa, usaha Kalbe menjadi perusahaan farmasi kelas Asia dengan mengikuti tren-tren baru industri farmasi dunia tampaknya merupakan jawaban yang tepat.

08.05

KIJA Kawasan Industri Jababeka Tbk

Jababeka Bangun Hollywood Rp 3,6 Triliun

PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) akan menyelesaikan pembangunan pusat industri perfilman yang dinamakan Movieland dalam beberapa tahun ke depan.

Rencananya, proyek tersebut akan dibangun di atas lahan seluas 36 hektar (Ha) yang sudah disediakan sepenuhnya oleh perseroan.

Namun belum dapat dipastikan kapan Movieland ini akan selesai dibangun. Mekanisme penggarapan proyek ini adalah, KIJA akan menyediakan lahan dan fasilitas yang nantinya akan disewakan pada para produsen film.

Saat ini sudah ada 3 perusahaan perfilman yang tengah membangun studio di area Movieland.

"Yang sedang bangun studio antara lain Multivision dan perusahaan film dari Prancis. Kita juga kerjasama dengan Pusat Perfilman Nasional,"

Mengenai pendanaan proyek tersebut, akan diperoleh dari hasil penjualan lahan di kawasan tersebut.

"Harga per meter Rp 10 juta, totalnya sekitar Rp 3,6 triliun. Sisanya diperoleh dari perusahaan yang investasi disini,"

Dry Port Cikarang
Selain itu, perseroan juga akan menyelesaikan pembangunan proyek Dry Port untuk pengangkutan barang produksi pabrik yang berasal dari kawasan industri di Cikarang.

"Tahap awal kita mulai 10 hektar dulu di Cikarang," (sudah selesai Juli 2009)
rencana : perseroan akan mengembangkan Dry Port hingga 200 Ha dalam 10 tahun ke depan.

"Nanti kita akan kembangkan juga di kawasan Selatan dan Barat, tinggal tunggu pembicaraan dengan Dirjen Bea dan Cukai," pungkasnya.

Bekasi Power
Pembangunan PLTG Cap.130MW

Progress : 75%, dana yg sudah dipergunakan : USD 141 juta
Start Beroperasi :
Tahap I : 40MW (akhir Agustus 2009)
Tahap II: 40MW ( Desember 2009)

Kebutuhan Listrik Jababeka saat ini 250 MW (Juli 2009)
Daya listrik yg tersedia saat ini 150 MW


PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) merasa optimis kinerja 2010 akan lebih baik dibanding tahun ini dan dapat kembali mencatatkan laba. Dengan mengandalkan proyek infrastruktur, laba tahun ini diperkirakan sebesar Rp 121 miliar.

Presiden Direktur KIJA S.D Darmono, di Menara Batavia Jakarta, Jumat (24/7). ""Kalau tahun ini, saya kira tidak ada perubahan target dari yang sudah dicanangkan. Semoga lebih baik pada 2010, jadi infrastruktur harus ditingkatkan," ujarnya.

Menurut riset BNI Securities, tahun ini perseroan diproyeksikan dapat mencatatkan laba bersih sebesar Rp 121 miliar dan pendapatan sebesar Rp 868 miliar.

Beberapa infrastruktur yang akan ditambah untuk memperkuat kinerja Jababeka antara lain pembangunan dryport dan pengoperasian Bekasi Power.

Dryport sendiri akan mempermudah pengiriman barang, dan memotong biaya pengeluaran terutama administrasi. Sedangkan Bekasi Power untuk memperkuat pasokan listrik Jababeka, yang baru akan beroperasi Agustus 2009. "Kalau harga jual listriknya, kita masih menunggu PLN," ujarnya.

Sebelumnya, kinerja perseroan sejak 2008 hingga kuartal I 2009, masih mencatatkan kerugian. Jababeka mencatat kerugian kurs dengan adanya pinjaman senilai US$ 88 juta untuk mendanai pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di kawasan industri III. Akibatnya, pada 2008, Jababeka mencatat rugi bersih Rp 12 miliar dibandingkan laba bersih Rp 31 miliar pada 2007.

Sedangkan pada kuartal I 2009, kerugian yang tercatat mencapai Rp 59,65 miliar

07.34

UNTR United Tractor Tbk

UNTR: Penjualan Alat Berat Turun 43%, Bisnis Tambang Lebih Dominan
Rabu, 22 Juli 2009 15:30 WIB

(Vibiznews – Stocks ) Emiten alat-alat berat, PT United Tractor Tbk (UNTR) pada semester I 2009 ini mencatatkan penurunan penjualan alat-alat berat. Penjualan alat-alat berat UNTR tercatat turun hingga 43,86% menjadi 1399 unit seiring dengan turunnya permintaan alat-alat berat dari semua sector usaha.

Penjualan alat-alat berat UNTR memang tercatat turun pada paruh pertama tahun ini, namun UNTR masih menjadi market leader alat berat nasional dengan kapitalisasi pasar mencapai 51,4%. Sebagian besar penurunan penjualan terutama terjadi di sector Agribisnis yang tercatat turun 69,09% dari 644 unit menjadi 199 unit.

Sedangkan alat-alat berat untuk sector kehutanan dan konstruksi tercatat masing-masing turun 54,25% dan 44%. Dimana untuk sector kehutanan dan konstruksi UNTR masing-masing hanya berhasil menjual sebanyak 113 unit dan 196 unit.

07.32

UNSP Bakrie Sumatera Plantation Tbk

UNSP: Cari Pinjaman US$ 110 juta, Untuk Penanaman
Kamis, 23 Juli 2009 10:20 WIB

(Vibiznews – Stocks) Emiten perkebunan milik Grup Bakrie, PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) kabarnya saat ini membutuhkan dana pinjaman sebesar US$ 110 juta atau sekitar Rp 1,1 triliun. Pencarian pinjaman ini dilakukan karena UNSP membutuhkan dana untuk penanaman kelapa sawit di Riau dan Kalimantan tengah yang memiliki luas 36.000 ha.

Saat ini UNSP sedang menjajaki pinjaman tersebut dari beberapa bank karena sulitnya likuiditas dari institusi keuangan saat ini. Selain itu harga minyak sawit mentah CPO saat ini masih penuh dengan tekanan terkait dengan krisis global.

Sepertinya pencairan pinjaman US$ 110 juta baru akan dilakukan pada 2010, dimana untuk tahun ini perseroan masih akan menggunakan modal sendiri dan mitra senilai US$ 116 juta. Pihak UNSP optimis realisasi penanaman kelapa sawit di Riau dan Kalimantan Selatan tuntas pada 2010-2011.

07.28

TRUB Truba Alam Manunggal Tbk

Truba Incar 2 Proyek Mancanegara
Per 31 Maret 2009, perseroan membukukan pendapatan Rp 878,17 miliar (naik 42,90 persen).
Rabu, 22 Juli 2009, 10:58 WIB
Antique
Petugas PLN memperbaiki jaringan listrik (Ist)
- PT Truba Alam Manunggal Engineering Tbk (TRUB) dikabarkan sedang mengincar dua proyek Engineering Procurement Construction (EPC) di kawasan Asia Pasifik dan Timur Tengah.

"Kabarnya, proyek yang di Timur Tengah akan dikerjakan oleh anak usaha Truba," kata sumber VIVAnews di Jakarta, Selasa sore, 21 Juli 2008.

Direktur Utama Truba Alam Sidarta Sidik saat dimintai konfirmasinya mengakui, perseroan memang sedang mengincar dua proyek di mancanegara. "Betul sekali itu, tapi detailnya nanti akan disampaikan," ujarnya kepada VIVAnews di Jakarta, Rabu, 22 Juli 2009.

Per 31 Juni 2009, Indo Infrastructure Group PTE memiliki saham berkode TRUB sebesar 14,95 persen, PT Alam Manunggal 10,38 persen, dan PT Mandal Kapital mencapai 28,42 persen. Sedangkan sisanya dimiliki publik.

Pada perdagangan Selasa, 21 Juli 2009, TRUB menguat Rp 4 (2,43 persen) di level Rp 168. Broker PT Sucorinvest Central Gani dengan kode AZ tercatat sebagai salah satu broker yang paling banyak mengoleksi saham Truba.

Menurut praktisi pasar modal Deni Hamzah, aksi perseroan tersebut bernilai positif karena akan menambah pendapatan dan bisa meningkatkan likuiditas serta volume perdagangan saham Truba di lantai bursa. "Sepertinya, harga berpotensi menuju targetnya di Rp 300. Jadi, rekomendasinya spekulasi beli," ujarnya.

Pengamat pasar modal Ukie Jaya Mahendra juga berpendapat, jika perseroan berhasil meraih proyek EPC di Timur Tengah maupun Asia Pasific itu diprediksi kocek perusahaan meningkat tajam. "Tentunya, saham Truba layak beli untuk jangka pendek maupun menengah. Sebab, harga berpeluang ke Rp 235 setelah berhasil menembus level Rp 198," ujarnya.

Sampai periode tiga bulan yang berakhir 31 Maret 2009, perseroan membukukan pendapatan Rp 878,17 miliar atau meningkat 42,90 persen dari periode yang sama 2008 yang hanya mencapai Rp 614,54 miliar.

Namun, pada periode tersebut Truba mencatatkan rugi bersih Rp 147,79 miliar dibandingkan periode sama tahun lalu yang masih mendulang laba bersih sebesar Rp 169,36 miliar.

07.22

TRUB Truba Alam Manunggal Tbk

Proyek Timteng Dongkrak Pendapatan Truba US$20 Jt

PT Truba Alam Manunggal Engineering Tbk (TRUB) melalui anak usahanya Truba Saudi menggarap proyek EPC di Timur Tengah yang diperkirakan menyokong pendapatan TRUB hingga US$20 juta tahun ini.

Hal ini dijelaskan Sekretaris Perusahaan Truba Gamala V. Katoppo saat dihubungi INILAH.COM di Jakarta, Rabu (22/7). “Proyek EPC Timur Tengah ini lumayan dapat menambah pendapatan kita hingga US$20 jutaan” ujar Gamala.

Ia menambahkan, proyek EPC di Timur Tengah ini sudah dikerjakan pada tahun lalu dan investasinya dialokasikan dari working capital perseroan. Namun, ia tidak mengetahui dana yang dialokasikan untuk proyek EPC Timur Tengah ini. “Tahun lalu, pendapatan kita mencapai US$250 juta dan kuartal 1-2009 pendapatan kita dari EPC naik 40%,” ujarnya.

Proyek EPC di Timur Tengah tepatnya di Saudi Arabia, lanjutnya, sebagai base operation perseroan yang dibutuhkan oleh perusahaan Saudi Arabia sebagai pendukung utama power plant perusahaan di Saudi Arabia. “Kita joint venture dengan perusahaan di Saudi Arabia. Namun saya lupa namanya,” ujarnya.

Selain itu, perseroan juga tengah menjajaki proyek EPC di Asia Pasific. “Ya di dekat Indonesia. Cari proyeknya yang mirip dengan perseroan,” ungkapnya.

07.20

DEWA Dharma Henwa Tbk

DEWA Cari Dana Rp 2 Triliun

Jakarta - PT Darma Henwa Tbk (DEWA) menjajaki pencarian dana sebesar Rp2 triliun untuk meningkatkan moda dasar perseroan dari Rp4 triliun menjadi Rp6 triliun.

Demikian dikatakan Sekretaris Perusahaan Darma Henwa M. Baskoro, di Jakarta kemarin. "Perseroan akan mulai ketika para pemegang saham menyetujui kenaikan modal dasar itu," katanya.

Salah satu yang dipertimbangkan adalah rights issue. Tetapi untuk opsi ini manajemen harus memperhatikan kondisi pasar, terutama pasca ledakan bom, sehingga kondisi bursa menjadi bahan pertimbangan.

Untuk prospek perusahaan, Baskoro mengatakan produksi batu bara perseroan mengalami koreksi akibat rendahnya permintaan di pasar global setelah terjadinya krisis.

Namun demikian perseroan optimistis bisa meningkatkan produksi batu bara pada semester II tahun ini karena permintaan yang sudah mulai membaik.

Darma Henwa adalah kontraktor tambang di Bumi Resources, dan belum mencari klien lainnya. Perusahaan itu menargetkan pendapatan tahun ini bisa mencapai US$239 juta, dan laba bersih mencapai US$20,52 juta.

Pendapatan itu sebagian besar diperoleh dari kegiatan kontraktor tambang di Bengalon. Ke depan perseroan akan mengembangkan empat lini bisnis baru, dari yang selama ini sebagai kontraktor tambang.

Terkait dengan bisnis kelistrikan, perseroan berencana membangun pembangkit listrik, dengan kapasitas minimal 600 megawatt (MW), dengan nilai investasi per 1 MW mencapai US$1,2 juta.

Sementara itu untuk belanja modal perseroan, tahun depan Darma Henwa akan mengalokasikan dana sebesar US$46,9 juta untuk kebutuhan perawatan rutin. Dana untuk belanja modal itu akan dipenuhi dari kas internal

06.30

MNCN Media Nusantara Citra Tbk

JAKARTA. PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) pekan ini akan memfinalisasi rencana penerbitan surat utang jangka menengah atawa medium term notes (MTN) senilai total Rp 500 miliar. Surat utang ini akan bertenor tiga tahun.

Presiden Direktur MNCN Hary Tanoesoedibjo bilang, MNCN akan menerbitkan MTN maksimal senilai Rp 500 miliar untuk kebutuhan ekspansi dan modal kerja perusahaan. Sayang, Hary enggan membeberkan rencana ekspansi MNCN itu secara detail.

Untuk mematangkan rencana penerbitan MTN, pada minggu ini, MNCN akan memastikan sejumlah hal. Misalnya, MNCN akan menunjuk pembeli siaga, underwriter, serta jadwal penerbitan surat utang tersebut.

Hary Tanoe mengakui, saat ini, perusahaan yang dipimpinnya masih mematangkan rencana penerbitan MTN itu.

06.08

MEDC Medco International Tbk

PT Medco Energi International has used Rp1.2tn proceed from Bond II/2009 for capex and working capital amounting to Rp885.36bn and Rp326.4bn respectively.

(15/7/09) Medco melalui laporan tertulisnya ke Bursa Efek Indonesia, mengumumkan telah melunasi utang obligasi I terbitan 2004 yang jatuh tempo 12 Juli lalu. Pembayaran obligasi senilai Rp 1,35 triliun tersebut menggunakan kas internal.

Obligasi tersebut awalnya bernilai Rp 1,6 triliun dengan jangka waktu lima tahun dan kupon bunga 13,125% per tahun. Namun, MEDC sebelumnya telah membeli sebagian obligasi tersebut (buy back) dalam dua tahap, pertama buy back senilai Rp 200 miliar dan kedua pembelian sebesar Rp 37,73 miliar.

Pelunasan utang obligasi ini mengindikasikan keberhasilan manajemen menekan angka debt to equity ratio (DER) perusahaan menjadi 0,9 kali. Adapun DER Medco sebelumnya hanya 1 kali, paska penerbitan obligasi kedua 2009 pada 18 Juni lalu, senilai Rp 1,5 triliun. Turunnya DER ini akan meningkatkan kinerja perseroan.

Selain itu, MEDC juga akan menyetujui pembagian dividen tunai US$ 50 juta atau US$ 0,015 per saham untuk laba 2008 sebesar US$ 280,204 juta. Sisa laba akan ditempatkan dalam saldo laba ditahan untuk modal kerja dan investasi. Dividen dibagikan 21 Agustus 2009 bagi pemegang saham yang tercatat per 6 Agustus 2009.

Emiten migas ini juga menyatakan konsistensinya melaksanakan proyek gas Senoro di Sulawesi Tengah, setelah ketidakjelasan masalah pengalokasian hasil produksi gas.

Seperti diketahui, lapangan Senoro-Donggi yang dikelola konsorsium Pertamina, Medco, dan Mitsubishi gagal menjajaki kerjasama dengan Chubu Electric Power dan Kansai Electric Power di Jepang. Kegagalan ini disebabkan tidak adanya persetujuan pemerintah hingga akhir batas waktu 31 Maret lalu.

Proyek ini juga terhambat wacana bahwa produksi gas Senoro hanya untuk pasar domestik. MEDC juga mengumumkan akan menuntaskan penjualan Blok Kakap, meskipun harganya masih di bawah penjualan anak usahanya lainnya, PT Apexindo Pratama Duta (APEX) senilai US$ 340 juta. Langkah penjualan tersebut akan menaikkan kas perseroan.

Dalam tiga bulan pertama tahun ini, Medco mencatatkan penurunan nilai penjualan dan pendapatan usaha lainnya hingga 62,66%, dari US$ 361,33 juta menjadi US$ 134,91 juta. Alhasil, laba bersih Medco kuartal pertama 2009 anjlok 66,73% menjadi cuma US$ 7,55 juta. Setahun sebelumnya perusahaan ini masih mendulang laba bersih US$ 22,69 juta.

Selain itu, penjualan minyak dan gas juga turun 59,13% menjadi US$ 92,99 juta. Setelah pada kuartal pertama 2008 lalu, penjualan minyak dan gas Medco masih mencapai US$ 227,53 juta. Hal ini dipicu mersotnya harga minyak mentah dunia.

Manajemen Medco memperkirakan kinerja tahun ini akan melambat, seiring harga minyak yang turun. Oleh karena itu, Medco menurunkan belanja modal tahun ini menjadi US$ 200-250 Juta dari sebelumnya US$ 370 juta. Hal ini karena MEDC akan mengurangi sejumlah eksplorasi tahun ini seperti di Blok Simenggaris, Bengkanai dan Libya.

Untuk mengatasi volatillitas harga komoditas itu, Medco mengembangkan portfolio bisnis non Migas yang cukup gencar sehingga dapat memberi kontribusi positif bagi kinerja perseroan.

Salah satunya adalah mengakuisisi perusahaan tambang batubara PT Duta Tambang Sumber Alam (DTSA) dan PT Duta Tambang Rekayasa (DTR) senilai US$ 886 ribu, melalui anak usahanya, PT Medco Energi Mining Internasional.

DTSA dan DTR memiliki kuasa pertambangan di Kalimantan Timur, dengan potensi produksi batubara berkalori tinggi 500 ribu ton per tahun. Nilai transaksi itu hanya 0,12% dari ekuitas MEDC sebesar US$ 733,15 juta dan 0,07% dari pendapatan US$ 1,29 miliar sehingga bukan transaksi material dan tidak membutuhkan persetujuan pemegang saham.

MEDC juga masih terus menjajaki kemungkinan konsensi pertambangan batu bara dan mineral lain sebagai upaya diversifikasi usaha dan meningkatkan kinerja perseroan.

Usaha MedcoEnergi termasuk dalam bidang eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi, dan aktivititas energi lainnya, seperti usaha pengeboran darat dan lepas pantai, produksi metanol, produksi LPG dan pembangkit tenaga listrik, serta melakukan investasi (langsung dan tidak langsung) pada anak perusahaan.

Saat ini MedcoEnergi beroperasi di 21 wilayah kerja minyak dan gas yang tersebar dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua hingga Oman, Libya dan Amerika Serikat.

50,7% saham MEDC atau 1,689 juta lembar saham dikuasai Encore Energy Pte. Ltd dengan nilai US$ 51,29 juta.

48,34% atau 1,611 juta lembar saham senilai US$ 48,9 juta, dimiliki publik.
Sisanya dikuasai PT Medco Duta dan PT Multifabrindo Gemilang

Penundaan 3 Proyek Medco

Sebelumnya, diberitakan perseroan menunda ketiga proyek senilai US$3 miliar. Penundaan itu dilakukan akibat belum adanya persetujuan dari pemerintah dan kesepakatan harga jual listrik kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN). Perseroan juga menunda proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) senilai US$600 juta. Belum lagi, perseroan juga menunda proyek pembangunan kilang gas alam cair di Senoro, Sulawesi Tengah dengan nilai investasi sebesar US$1,8 miliar.

Selain itu, ada juga penundaan terhadap proyek pengembangan Blok A di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) senilai US$600 juta. Perseroan menganggarkan modal belanja kerja atau capes sebesar US$200 juta dari kas internal dan sisanya hasil penerbitan obligasi mencapai US$100 juta

07.25

TOTL Total Bangun Persada Tbk



JAKARTA. Meski kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih, bisnis konstruksi PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) tetap kokoh. Manajemen TOTL mengklaim, di semester pertama tahun ini, mereka telah mengantongi kontrak baru senilai Rp 700 miliar.

Hingga akhir Mei 2009, perusahaan konstruksi ini telah menggaet proyek senilai Rp 600 miliar. Lantas, sepanjang bulan Juni lalu, TOTL kembali meraih proyek baru senilai Rp 100 miliar.

Direktur TOTL Arif Suhartono pernah merinci, kontrak -kontrak baru tersebut meliputi pembangunan gerai Ramayana Department Store di Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. TOTL juga mendapat order pembangunan rumah sakit, gedung perkantoran, dan rumah toko di Central Park, Jakarta Barat.

Dari seluruh proyek baru TOTL tahun ini, "Sekitar 75% berasal dari proyek swasta," kata Direktur Utama TOTL Yanti Komajaya, kemarin (14/7). Artinya nilai proyek swasta garapan Total mencapai Rp 525 miliar Sisanya yang senilai Rp 175 miliar berasal dari proyek pemerintah. Selain Ramayana, klien TOTL yang lain di antaranya adalah Bank Mega, beberapa pemerintah daerah, Agung Podomoro Group, serta Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Meski laporan kinerja keuangan TOTL semester I-2009 belum keluar, manajemen TOTL memprediksi, pendapatan TOTL tak akan setinggi semester I-2008 yang sebesar Rp 962,73 miliar. Sementara, "Laba bersih semester I tahun ini akan mencapai Rp 20 miliar," kata Yanti. Jika dibandingkan laba bersih pada periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 22,40 miliar, laba bersih TOTL turun 10,7%.

Meski kinerja paruh awal tahun ini kurang begitu cerah, TOTL optimistis bisa meraih laba bersih Rp 40 miliar hingga akhir 2009. Dengan kata lain, TOTL menargetkan laba bersih melonjak 124,7% dari laba bersih 2008 yang hanya sebesar Rp 17,8 miliar.

Ini terjadi karena laba bersih TOTL tahun lalu tergerus kerugian investasi di reksadana sebesar Rp 13 miliar. Tahun lalu TOTL juga harus melunasi kewajiban pajak penghasilan (PPh) final jasa konstruksi sebesar 3%.

Namun, TOTL hanya menargetkan total pendapatan Rp 1,7 triliun pada tahun ini. Angka ini merosot 10,05% ketimbang pendapatan setahun lalu senilai Rp 1,89 triliun.

TOTL akan mengandalkan kontrak-kontrak baru untuk mencapai target itu. Tahun ini, mereka mematok target kontrak baru Rp 1,1 triliun. Dengan pencapaian kontrak baru senilai Rp 700 miliar di semester pertama tadi, TOTL tinggal mengejar proyek baru Rp 400 miliar di semester II.

Pendapatan TOTL tahun ini juga berasal dari proyek lanjutan (carry over) tahun lalu. Misalnya, pembangunan proyek Central Park milik Agung Podomoro dan superblok Kemang Village. Nilai dua proyek carry over ini mencapai Rp 2,1 triliun. TOTL menargetkan, Kemang Village bisa selesai pada tahun 2010.

22.18

LSIP London Sumatera Tbk

TINJAUAN KEUANGAN KUARTAL PERTAMA 2009

Total penjualan Perseroan pada kuartal pertama 2009 adalah sebesar Rp. 618,08 miliar,
turun 38% dari total penjualan kuartal pertama 2008 sebesar Rp. 996,99 miliar yang
terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas ddunia khususnya pada CPO dan
karet dan penurunan permintaan komoditas karet.

Pendapatan Lonsum dari produk kelapa sawit mencapai 521 miliar, menyumbang 84,3%
dari total pendapatan Lonsum. Dari penjualan produk kelapa sawit tersebut 77%
merupakan penjualan ke pasar domestik dan sisanya penjualan ekspor. Volume penjualan
CPO untuk kuartal pertama tahun 2009 berjumlah 80.075 ton, turun sebesar 5,7% dari
volume penjualan kuartal pertama 2008. Kontribusi pendapatan dari produk karet untuk
kuartal pertama tahun 2009 sekitar Rp 76 miliar atau setara dengan 12,2% dari total
penjualan Perseroan. Volume penjualan Karet untuk kuartal pertama tahun 2009 berjumlah
4.566 ton, turun sebesar 40,19% dari volume penjualan kuartal pertama 2008 terutama
karena berkurangnya permintaan produk karet di beberapa pasar utama.

Penghasilan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA ) menurun 54,24%
semula Rp. 399.51 pada kuartal pertama tahun 2008 menjadi Rp 182.83 miliar pada
kuartal pertama tahun 2009. Marjin EBITDA menurun semula 40,07% pada kuartal pertama
tahun 2008 menjadi 29,58% pada kuartal pertama tahun 2009.
Pada kuartal pertama tahun 2009, Lonsum membukukan laba bersih sebesar Rp 103 miliar
menurun sebesar 58,8% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2008.

Total Aktiva Perseroan per 31 Maret 2009 meningkat dari Rp 4.104 miliar menjadi Rp
4.999 miliar terutama disebabkan peningkatan saldo kas dan setara kas dari Rp 494 miliar
menjadi Rp 1.008 miliar. Sedangkan total Kewajiban Perseroan menurun dari Rp 1.690
miliar menjadi Rp 1.538 miliar dan hutang yang berbunga meningkat dari Rp 736 miliar
menjadi Rp 841miliar.

Total Belanja Modal Perseroan untuk kuartal pertama 2009 adalah (i) tanaman sebesar Rp
55,6 miliar dan (ii) bukan tanaman sebesar Rp 96,5 miliar yang dipergunakan antara lain
untuk pembangunan pabrik & mesin, pembangunan perumahan, infrastruktur, transportasi
internal.

22.18

LSIP London Sumatera Tbk

Lonsum yang didirikan 1906 dan merupakan salah satu perusahaan perkebunan publik terbesar dan tertua di Indonesia.

Lonsum sekarang ini mengoperasikan 38 perkebunan inti, 14 perkebunan plasma di Sumut dan Sumsel, Jatim, Jabar, Sulut dan Sulsel juga Kaltim.

Produksi minyak kelapa sawit PT Lonsum sekarang ini mencapai 400.000 ton.

Dari jumlah itu, 20% di antaranya diekspor ke berbagai negara, 50% untuk memenuhi industri makanan seperti PT Indofood, sedangkan net profit tahun 2009 ini diperkirakan Rp900 miliar, tahun lalu net profitnya sebesar Rp800 miliar.

TINJAUAN KEUANGAN KUARTAL PERTAMA 2009

Total penjualan Perseroan pada kuartal pertama 2009 adalah sebesar Rp. 618,08 miliar,
turun 38% dari total penjualan kuartal pertama 2008 sebesar Rp. 996,99 miliar yang
terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas ddunia khususnya pada CPO dan
karet dan penurunan permintaan komoditas karet.

Pendapatan Lonsum dari produk kelapa sawit mencapai 521 miliar, menyumbang 84,3%
dari total pendapatan Lonsum. Dari penjualan produk kelapa sawit tersebut 77%
merupakan penjualan ke pasar domestik dan sisanya penjualan ekspor. Volume penjualan
CPO untuk kuartal pertama tahun 2009 berjumlah 80.075 ton, turun sebesar 5,7% dari
volume penjualan kuartal pertama 2008. Kontribusi pendapatan dari produk karet untuk
kuartal pertama tahun 2009 sekitar Rp 76 miliar atau setara dengan 12,2% dari total
penjualan Perseroan. Volume penjualan Karet untuk kuartal pertama tahun 2009 berjumlah
4.566 ton, turun sebesar 40,19% dari volume penjualan kuartal pertama 2008 terutama
karena berkurangnya permintaan produk karet di beberapa pasar utama.

Penghasilan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA ) menurun 54,24%
semula Rp. 399.51 pada kuartal pertama tahun 2008 menjadi Rp 182.83 miliar pada
kuartal pertama tahun 2009. Marjin EBITDA menurun semula 40,07% pada kuartal pertama
tahun 2008 menjadi 29,58% pada kuartal pertama tahun 2009.
Pada kuartal pertama tahun 2009, Lonsum membukukan laba bersih sebesar Rp 103 miliar
menurun sebesar 58,8% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2008.

Total Aktiva Perseroan per 31 Maret 2009 meningkat dari Rp 4.104 miliar menjadi Rp
4.999 miliar terutama disebabkan peningkatan saldo kas dan setara kas dari Rp 494 miliar
menjadi Rp 1.008 miliar. Sedangkan total Kewajiban Perseroan menurun dari Rp 1.690
miliar menjadi Rp 1.538 miliar dan hutang yang berbunga meningkat dari Rp 736 miliar
menjadi Rp 841miliar.

Total Belanja Modal Perseroan untuk kuartal pertama 2009 adalah (i) tanaman sebesar Rp
55,6 miliar dan (ii) bukan tanaman sebesar Rp 96,5 miliar yang dipergunakan antara lain
untuk pembangunan pabrik & mesin, pembangunan perumahan, infrastruktur, transportasi
internal.

Penggunaan Keuntungan Bersih Perseoan
Para pemegang saham telah menyetujui penggunaan keuntungan bersih Perseroan
untuk tahun buku 2008 yaitu sebagai berikut:
(i) membagikan dividen tunai dengan nilai Rp. 208,- per lembar saham atau
dengan nilai keseluruhan sebesar Rp. 278.846.628.944,00;
(ii) sebesar Rp. 15.481.508.320,00 yang disisihkan dari Laba Bersih Perseroan
tahun 2008 sebagai dana cadangan.

22.16

DAVO Davomas Abadi Tbk

Kuartal I, DAVO Rugi Rp 837,45 M

Sekarang adalah tahun yang berat bagi PT Davomas Abadi Tbk (DAVO). Tiga bulan pertama tahun ini, kinerja keuangan produsen kakao dan bubuk cokelat terbesar di Indonesia itu rugi besar.

Dalam laporan keuangan kuartal pertama 2009 yang baru terbit kemarin (9/7), Davomas mencatatkan kerugian bersih senilai Rp 837,45 miliar. Padahal dalam periode yang sama tahun lalu, DAVO masih bisa mencicipi laba bersih Rp 111,52 miliar.

Jika membandingkan dengan total kerugian selama 2008, kerugian tiga bulan pertama tahun ini juga naik berlipat-lipat. Selama tahun lalu, kerugian bersih DAVO baru senilai Rp 510,651 miliar.

Tak ada penjelasan dari manajemen DAVO soal penurunan kinerja mereka ini. Sekretaris Perusahaan DAVO Hasiem Wily tak menjawab sambungan telepon maupun pesan pendek dari KONTAN. Namun dari laporan keuangan DAVO terlihat, salah satu penyebab penurunan kinerja keuangan produsen cokelat bubuk itu adalah karena penjualan mereka selama tiga bulan pertama 2009 merosot drastis dari tahun lalu.

DAVO hanya mampu meraih penjual Rp 349,72 miliar pada kuartal pertama tahun ini. Sementara pada periode sama 2008 penjualan DAVO mencapai Rp 820,60 miliar. Ini sama saja penjualan DAVO anjlok 57,38%.

Beban DAVO makin berat lantaran mereka juga harus menanggung beban kerugian kurs Rp 122,03 miliar. Beban rugi kurs ini berasal dari obligasi terbitan anak usaha DAVO, Davomas International Finance Company Pte. Ltd. senilai US$ 238 juta.

Wakil Kepala Riset dan Analis Valbury Asia Futures Nico Omer Jockenhere tidak heran apabila DAVO masih merugi besar. "Ini sesuai perkiraan karena penjualan mereka menurun drastis," katanya.

Obligasi gagal bayar

Penurunan kinerja DAVO ini juga akan makin menyulitkannya menyelesaikan pembayaran pokok dan bunga obligasi DAVO. Mei lalu, DAVO sudah tidak membayar bunga obligasi sebesar US$ 13,09 juta.

Dalam laporan keuangan kuartal pertama 2009, manajemen DAVO mengakui sudah tidak membayar bunga obligasi itu. Bahkan gara-gara tidak membayar bunga obligasi tersebut, kreditur mereka telah menyatakan DAVO sudah gagal bayar serta menyatakan wanprestasi.

Sebelumnya, manajemen DAVO menyatakan tengah menyiapkan skema restrukturisasi obligasi yang bakal jatuh tempo pada tanggal 8 Mei 2011 tersebut. Davomas sudah menunjuk ING Bank NV Singapura untuk membantu mereka merumuskan skema restrukturisasi utang obligasi dalam dolar tersebut. Targetnya proposal restrukturisasi obligasi tersebut sudah tuntas dalam bulan ini juga.

Nico mengatakan, selain meminta restrukturisasi dari pemegang obligasi, DAVO juga harus mencari pendanaan baru guna menyelamatkan perusahaan tersebut dari kepailitan. Sebab, isi kas internal DAVO makin menipis. Per kuartal pertama 2009, kas DAVO tercatat berisi sekitar Rp 260,41 miliar. Padahal akhir tahun lalu, saldo kas Davomas masih mencapai Rp 710,24 miliar.

Nico menduga, DAVO akan meminta perpanjangan tenor jatuh tempo dan keringanan pembayaran bunga obligasi. Dengan tren penurunan suku bunga saat ini, "Peluang untuk keringanan bunga obligasi cukup besar," ujarnya.

Pengamat pasar modal Willy Sanjaya menambahkan, manajemen Davomas juga harus bekerja keras meyakinkan pemegang obligasi supaya mereka menyetujui usulan restrukturisasi obligasi yang mereka tawarkan. "Sebab kondisi keuangan DAVO tidak memuaskan pada kuartal pertama tahun ini," imbuhnya.

03.14

Update news BUMI

Kabar terbaru tentang BUMI adalah bahwa perseroan akan bekerjasama dengan pemda NTB untuk membeli 10% saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Pembelian sebesar US$ 391 juta atau sekitar Rp 4 triliun ini akan dilakukan melalui anak usahanya PT Multicapital.
Selain itu, BUMI juga akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian emas tembaga senilai Rp 5-6 triliun. Pihak BUMI juga berkomitmen untuk membantu pemda menguasai saham NNT hingga 51%

07.32

UNTR United Tractor Tbk

Sisa Dana IPO United Tractors Rp697,9 Miliar

10/07/2009 - PT United Tractors Tbk (UNTR) hingga akhir Juni 2009 masih menyisakan dana hasil telah dana hasil penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) mencapai Rp697,948 miliar, artinya dari dana hasil IPO mencapai Rp3,564 triliun dana yang telah digunakan sebanyak Rp2,831 triliun.


Perseroan menggunakan dana IPO untuk menghabiskan sebagian dana itu untuk mebayar utang atas akuisisi PT Tuah Turangga Agung senilai Rp1,05 triliun dan Rp320,55 miliar digunakan perseroan guna modal kerja. Nilai ini baru mencapai 60,55 persen dari kebutuhan modal kerja total senilai Rp529,43 miliar.

Perseroan juga mengalikasikan sebagian dana IPO untuk belanja modal termasuk rencana akuisisi perusahaan tambang senilai total Rp1,95 triliun. Selain itu perseroan juga mempergunakan Rp1,46 triliun atau 74,87 persen dari cadangan dana tersebut.

UNTR menyiapkan dana Rp650 miliar untuk menggelar akuisisi tambang batu bara yang bisa memperkuat bisnis di sektor pertambangan. Hingga saat ini UNTR terus melaksanakan uji tuntas (due diligence) terhadap tambang batu bara yang akan diakuisisi.

Kebutuhan dana untuk akuisisi itu masuk dalam alokasi belanja modal selama tahun ini yang dipatok US$300 juta atau sekitar Rp3 triliun. Keperluan tersebut dipenuhi dari rights issue yang beberapa waktu digelar. (sisa dana 697,9 milyar)

Jenis tambang yang diincar minimal memiliki batu bara dengan kalori 6.500 dan cadangan batu bara sebanyak 30 juta ton.

07.30

BMRI Bank Mandiri Tbk

Bank Mandiri Raih Laba Rp2,965 T Q2-2009

"Saham Bank Mandiri menguat lebih karena ekspektasi investor menjelang rilis financial result Q2 2009. Harusnya total semua net income Q1 dan Q2 Rp2,965 triliun," kata AG Pahlevi, analis e-Trading Securities.

Pahlevi menambahkan, pembatalan akuisisi salah satu perusahaan asuransi juga merupakan hal positif untuk saham Bank Mandiri. Pasalnya, saat ini positioning AXA Life sudah bagus. Karenanya, strategi mendongkrak ROI (Return On Investment) melalui akuisisi perusahaan lagi tidak lagi strategis.

"Akuisisi perusahaan asuransi mungkin dibatalkan, sampai saat ini dilakukan penundaan," jelas Pahlevi. Menurutnya, rencana akuisisi yang dilakukan BMRI ini memang terkesan kurang matang.

07.28

Pendapatan Truba Naik 43%

Berdasarkan keterbukaan infomrasi perseroan ke BEI, Jumat (10/7) disebutkan pendapatan ini naik dari Rp614,54 miliar pada triwulan I-2008 menjadi Rp878,17 miliar di periode yang sama 2009.

Kenaikan pendapatan ini disebabkan naiknya pendapatan kontrak perseroan berupa pembangkit listrik (naik167%), tangki dan pipa (naik 335%), bangunan industri (naik 22,6%), perdagangan (naik 171%). Secara total terjadi kenaikan pendapatan kontrak sebesar 42,89% atau naik dari Rp614,54 miliar menjadi Rp878,17 miliar.

Namun, beban pendapatan juga tercatat naik dari Rp419,65 miliar pada triwulan I-2008 menjadi Rp764,16 miliar di periode yang sama 2009.

Laba usaha juga mengalami penurunan dari Rp143,47 miliar di triwulan I-2008 menjadi Rp48,36 miliar di periode yang sama 2009.

Begitu juga dengan laba bersih perseroan pada triwulan I-2009, yang turun 187,26% dari sebelumnya laba Rp169,36 miliar menjadi rugi Rp147,79 miliar.

07.26

TINS Timah Tbk


JAKARTA. Cadangan timah PT Timah Tbk (TINS) bertambah. Juni 2009, TINS menemukan ladang timah baru yang memiliki cadangan terukur 9.327,43 ton timah, dengan potensi 1,36 kilogram timah per meter kubik. Ladang tersebut berada di Kondur dan Belitung, Provinsi Bangka Belitung.


Dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), kemarin (9/7), Sekretaris Perusahaan TINS Abrun Abubakar mengatakan, proses eksplorasi paruh pertama tahun ini telah menghabiskan belanja modal Rp 10,58 miliar. TINS juga sudah membelanjakan dana operasional sebesar Rp 5,67 miliar.

Pada Juli ini, Abrun menyatakan, TINS akan melanjutkan program pemboran di darat sebagai persiapan penambangan timah di darat. TINS juga akan melanjutkan proses eksplorasi timah di laut guna menemukan lokasi baru pertambangan timah. Untuk keperluan itu, TINS akan melakukan survei di perairan Bangka.

Target penyelesaian pembangunan pabrik tin chemical pada akhir tahun.

Update project pembangunan pabrik di Cilegon, Banten menghabiskan dana Rp70 miliar dengan menggunakan dana kas internal. Dana yang dialoasikan untuk pembangunan modal belanja atau capex.

Rencananya pabrik tin chemical itu, akan memiliki kapasitas produksi 10 ribu ton per tahun.

07.23

ANTM Aneka Tambang Tbk

Antam yakin target produksi tercapai

Dirut PT Antam Alwinsyah Loebis menyatakan hingga akhir Juni produksi emas dan feronikel perusahaan mencapai target atau sekitar 50% terhadap target tahunan.

"Emas dan feronikel, kami optimistis produksinya bisa tercapai dan tren produksinya cenderung mengarah pada pencapaian target. Sampai akhir Juni, produksi emas dan nikel sudah mencapai masing-masing sekitar 50% terhadap target tahunan," tuturnya.

Antam menargetkan produksi feronikel 12.000 ton tahun ini, turun 29,41% dari 2009 yang mencapai 17.000 ton. Hingga kuartal I, produksi feronikel mencapai 3.296 ton atau 27,47% terhadap target tahunan.

Target produksi emas tahun ini mencapai 2,8 ton dengan pencapaian kuartal I sebanyak 715 kg atau 25,54%. Produksi emas Antam ditargetkan mencapai sedikitnya 3,3 ton mulai tahun depan pascaakuisisi 100% PT Cibaliung Sumber Daya.

Namun, Alwinsyah mengatakan produksi bauksit masih belum mencapai target terkait dengan masih lesunya permintaan. Sebenarnya, pencapaian kuartal I tahun ini sebanyak 265.971 atau naik 46,83% dari produksi kuartal pertama 2008. Selama 2008, produksi bauksit Antam mencapai 1,15 juta ton.
"Tahun ini berat dan masih di bawah target karena memang permintaannya belum pulih."

Produksi bauksit yang turun akibat permintaan pembelian dari negara tujuan ekspor, terutama dari China dan Jepang seiring dengan krisis ekonomi global yang berpengaruh terhadap penundaan beberapa proyek di beberapa negara.

PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mengalokasikan dana US$ 40 juta atau setara Rp 400 miliar untuk pengembangan proyek tambang emas Cibaliung, Kabupaten Pandeglang, Banten. Proyek tersebut digarap untuk menjamin kesinambungan produksi emas perseroan.


06.19

Berlian Laju Tanker's Theoritical Price IDR789 per Share

Thursday, 9 July 2009 11:19:44StockWatch (Jakarta) -

The Indonesia Stock Exchange (IDX) has set the theoritical price of PT Berlian Laju Tanker Tbk's shares (BLTA) at IDR789 per unit, IDX acting head of stock trading division, Andre Toelle, said in an announcement today.He said IDX has set the theoritical price as Berlian Laju Tanker has planned to hold a rights issue with ratio of 3:1 in a bid to raise IDR591.731 billion. He said the theoritical price has been decided after calculating the 3:1 rights issue at offering price of IDR425 per share.According to him,

Berlian Laju Tanker's share price by the end of the cum rights issue date in the regular market on July 7, 2009, was IDR910 per share, so IDX has set the theoritical price at IDR788.75 per share for reference of trading, and finally has rounded up the price to IDR789 per share.

06.16

ANTM Aneka Tambang Tbk

Antam Takes Over Cibaliung Gold Mine

Thursday, 9 July 2009 15:55:27

StockWatch (Jakarta) - State mining company PT Aneka Tambang Tbk (Antam) has finalized the acquisition of PT Cibaliung Sumber Daya, the company which operates Cibaliung gold mine in Pandeglang (Banten Province). Antam's corporate secretary Bimo Budi Satriyo said in a press release received by e-Bursa.com today (Thursday 9/7) that Antam has decided to continue the operation of Cibaliung gold mine. He said the company expects to start early production in the second half of 2010.

According to him, Cibaliung's gold production is estimated at 500 kg (16,000 toz) in 2010 and is expected to begin full production at 2,000 kg (64,300 toz) in 2011. He said Cibaliung gold mine has mining age of six years with estimated gold reserve of 12,800 kg (411,500 toz). (yan/bd)

00.44

BBRI Bank Rakyat Indonesia Tbk

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero): Bertahan karena Melayani Wong Cilik

Selasa, 07 Juli 2009 06:09

altKendati fokus melayani masyarakat kelas bawah dan pengusaha UKM, BRI tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Itu tercermin dari NPL kredit UKM yang hanya 2,9%.


Syahdan, pada 16 Desember 1895, Raden Aria Wirjaatmadja mendirikan Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi. Sejatinya, kala itu, cikal bakal dana yang dikelola adalah dana kas sebuah mesjid di Purwokerto, Jawa Tengah. Baru pada 1946, lembaga keuangan itu dinamai Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dalam perjalanannya, BRI sempat berhenti beroperasi akibat perang pada 1948.

Kini, BRI mampu mencatatkan kinerja keuangan yang baik. Pada kuartal I-2009, BRI mengalami pertumbuhan laba sebesar 22,02% atau menjadi Rp1,72 triliun dibanding periode sebelumnya yang Rp1,41 triliun. Menurut Sofyan Basir, dirut BRI, krisis adalah tantangan untuk meningkatkan kinerja. Kendati demikian, BRI tetap memperhitungkan kondisi krisis sehingga akan tetap selektif dalam penyaluran kreditnya.

Pencapaian ini makin menguatkan niat BRI untuk terus meningkatkan performanya. Salah satu hal yang akan dilakukan adalah dengan memperbaiki infrastruktur dan menambah jumlah gerainya. Setidaknya tahun ini BRI pasang target menambah 400 kantor dan 4.800 kantor cabang. Penambahan SDM turut dilakukan, dengan sekitar 200–300 tenaga pemasaran baru akan menjadi darah segar baru bagi BRI. Dengan prestasi demikian, BRI mampu mengukuhkan diri sebagai BUMN dengan kinerja terbaik pada kuartal I-2009 dilihat dari perolehan laba dan aset dibandingkan dengan bank-bank BUMN lain.

Sejak berdiri, BRI sudah memfokuskan diri pada pelayanan kepada masyarakat kecil, khususnya kredit kepada pengusaha kecil. Tahun ini, BRI akan terus fokus pada kredit UKM, sebab sektor ini paling tahan krisis dengan non-performing loan (NPL) sangat rendah. “BRI akan fokus ke kredit UKM minimal 80%,” kata Abdul Salam, direktur keuangan BRI. Tahun ini, kredit UKM BRI mencapai 82% dari total kredit yang disediakan, atau senilai Rp136 triliun. Kendati demikian, penyaluran kredit tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian (prudential banking) yang tercermin dalam perbaikan angka NPL gross. Pada kuartal I-2009, NPL dari kredit UKM hanya 2,9% dengan nett 0,8%. Untuk sektor korporasi, NPL menunjukkan tren menurun sekitar 3,5%.

Bank pelat merah ini memiliki jaringan hingga pelosok desa. Setidaknya, hingga akhir 2008, BRI memiliki 35 kantor cabang, 107 kantor cabang pembantu, 155 kantor kas, dan 117 BRI Unit. Secara keseluruhan, BRI memiliki 5.369 unit kerja.

Adapun total dana masyarakat (dana pihak ketiga, DPK) yang berhasil dihimpun sampai akhir 2008 mencapai Rp201,5 triliun, meningkat 21,7% dibanding DPK 2007. Hampir separo DPK BRI berasal dari tabungan (43,69%), sisanya dari giro dan deposito.

00.42

GGRM Gudang Garam Tbk

PT Djarum: Piawai Mentransformasi Bisnis

altTidak hanya berkutat di bisnis rokok, PT Djarum kini merambah bisnis properti, perbankan, dan CPO demi kelanggengan bisnis mereka.


Siapa tak kenal kiprah PT Djarum? Perusahaan rokok kretek terbesar ketiga di Indonesia ini didirikan oleh Oei Wie Gwan, mantan agen rokok Minak Djinggo, pada 21 April 1951 di Kudus. Dalam perjalanannya, Djarum menjadi perseroan terbatas (PT) pada 1983. Perusahaan yang telah memiliki 76 lokasi kerja—70 di Kudus, 3 di Pati, 1 di Rembang, dan 2 di Jepara—ini mempekerjakan sekitar 75.000 karyawan.

Perusahaan ini memproduksi jenis rokok kretek, cerutu, dan rokok putih. Produk Djarum tak hanya dijual di Indonesia, tetapi juga diekspor ke mancanegara, seperti AS, Australia, Belanda, Jerman, Spanyol, Turki, dan Malaysia. Bahkan, di negeri jiran, Malaysia, rokok putih LA Light mendapat tempat di hati para pemuda. Setidaknya, Djarum telah mencatatkan nilai ekspor hampir US$16 juta pada 2007. Di Indonesia, Djarum Black tak hanya menjadi produk, tetapi juga memiliki komunitas khusus, terutama bagi pemuda kreatif.

Menyadari bahwa bisnis kretek tak cukup menopang kelanggengan bisnisnya, Djarum pun melebarkan sayap dalam sektor properti dan perbankan.

Di sektor properti, melalui anak perusahaannya, PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI), Djarum membangun pusat grosir Wholesale Trade Centre (WTC) Mangga Dua Jakarta. Lalu mereka berekspansi di sektor perhotelan dengan melakukan peremajaan Hotel Indonesia dan Hotel Inna Wisata yang dilebur menjadi satu serta dilengkapi sebuah supermal yang bernama Grand Indonesia. Untuk proyek properti terbesar di Indonesia ini, Djarum harus menggelontorkan investasi hingga mencapai US$230 juta.

Adapun di sektor perbankan, PT Djarum bergabung dengan konsorsium Farallon membeli sebanyak 52% saham PT Bank Central Asia Tbk. pada Maret 2002. Melalui Alaerka Investment, Hartono bersaudara menguasai 10% kepemilikan saham Farindo.

Kiprah teranyarnya, Djarum tengah menjajaki bisnis kelapa sawit (CPO) PT Hartono Plantations Indonesia di Kalimantan dan Sumatera. Djarum memasang target minimal 100.000 hektare hingga akhir 2009 dan akan terus meningkat menjadi 500.000 hektare pada 2011. Untuk bisnis ini, Djarum harus merogoh kocek investasi sebesar Rp15 triliun dengan asumsi rata-rata nilai investasi kebun sawit tersebut seharga Rp30–40 juta per hektare. Tidak berhenti sampai di situ, perseroan juga tengah merencanakan pembangunan sejumlah kilang pengolahan CPO.

Berbagai kiprah bisnisnya, telah menempatkan Budi dan Michael Hartono sebagai orang kedua dan ketiga terkaya di Indonesia versi Forbes Asia. Kekayaan Robert Budi Hartono mencapai US$1,72 miliar (Rp19,03 triliun), anjlok dari posisi tahun sebelumnya yang mencapai US$3,14 miliar (Rp34,7 triliun). Adapun kekayaan sang abang, Michael Bambang Hartono, senilai US$1,68 miliar (Rp18,57 triliun), turun drastis dari US$3,08 miliar (Rp34,05 triliun).

00.39

TLKM Telekomunikasi Indonesia Tbk

PT Telkom Tbk.: Transformasi Perusahaan “Halo-Halo”

altPT Telkom kini tengah berupaya untuk mewujudkan visinya menjadi perusahaan InfoComm terkemuka di kawasan Asia Pasifik.

Persaingan bisnis dan industri dunia telekomunikasi yang ketat dan perubahan yang begitu cepat menuntut kesigapan dan keandalan Telkom dalam menjawab keinginan pelanggan. Apalagi gaya hidup masyarakat terus berubah. Masyarakat dengan tingkat mobilitas yang tinggi kini lebih suka menggunakan telepon selular ketimbang telepon rumah. Artinya, Telkom sudah tidak bisa lagi mengandalkan bisnis telepon rumah sebagai salah satu penyumbang pendapatan terbesar.

Terlebih lagi, sejak diberlakukannya beleid 1 April 2008, operator-operator mengalami masa yang berat, termasuk Telkom. Salah satu gejalanya adalah turunnya pendapatan dan laba secara signifikan. Pada kuartal I-2009, laba bersih Telkom anjlok 23,4% dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni dari Rp3,2 triliun menjadi hanya Rp2,5 triliun.

"Telkom mengalami penurunan laba hingga Rp1 triliun rupiah sejak turunnya tarif interkoneksi," kata Rinaldi Firmansyah, direktur utama PT Telkom Tbk., Senin (11/5) lalu di Bursa Efek Indonesia. Meski demikian, Rinaldi menganggap penurunan tersebut sebagai sebuah fase yang harus dilalui para operator.

Lebih lanjut Rinaldi mengatakan penurunan laba bagi perusahaan telekomunikasi di Indonesia tidaklah aneh. Sebab, “Kita sedang dalam tahap transformasi, mencari keseimbangan baru dalam pasar. Saya yakin operator-operator tetap bisa bertahan,” kata Rinaldi, seperti dikutip Vivanews.com. Sama seperti industri lain, kata dia, bisnis telko mengalami pasang surut pertumbuhan, termasuk laba.

Pendapatan usaha Telkom turun 2,2% ke level Rp14,7 triliun, sedangkan belanja operasionalnya melonjak 10,9% menjadi Rp9,4 triliun. Turunnya pendapatan itu karena masyarakat Indonesia sudah jarang memakai layanan telepon tetap, yang membuat pendapatan dari lini bisnis itu turun 17% hingga tinggal Rp2,1 triliun. “Gaya hidup masyarakat yang berubah, membuat mereka lebih memilih berkomunikasi menggunakan telepon selular,” jelas Rinaldi.

Adapun pendapatan dari interkoneksi anjlok 15% menjadi Rp1,9 triliun, serta layanan data, internet, dan jasa teknologi informasi turun 6% ke Rp3,7 triliun. Sementara itu, pendapatan dari layanan jaringan (networking) justru naik 20%.

Sejatinya, penurunan pendapatan ini sudah diduga jauh-jauh hari. Itu sebabnya, sejak beberapa tahun yang lalu, perusahaan yang berdiri pada 1882 ini telah melakukan transformasi bisnis dengan program Infusion 2008.

Infusion 2008 merupakan suatu program untuk mengantarkan transformasi sistem bisnis perusahaan berbasis teknologi informasi (TI) menuju World Class Service Company. Guna melaksanakan program ini, Telkom menganggarkan belanja modalnya sebesar Rp92,5 miliar pada 2006. Telkom kini tengah berupaya mewujudkan visinya menjadi perusahaan penyelenggara informasi dan telekomunikasi (InfoComm) serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap (full service and network provider) yang terbesar di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik.

00.27

PTBA Bukit Asam Tbk

Juni 2009, Bukit Asam mengumumkan kesepakatan harga penjualan baru untuk pembangkit listrik Bukit Asam dan Tarahan. Harga ditetapkan di level Rp 407.500 atau US$ 37 untuk Bukit Asam dan Rp 525.000 atau US$ 47,7 per ton untuk Tarahan.

PTBA sedang mempersiapkan langkah-langkah akuisisi dengan menyediakan dana internal Rp 1,5 triliun dari total dana internal Rp 3 triliun. Langkah ini diyakini akan memperkuat pertumbuhan pendapatan dan laba bersih, diikuti peningkatan cadangan.

Peluang ekspansi perseroan masih terbuka lebar, mengingat kondisi kas yang cukup sehat, dengan debt to equity ratio (DER) dalam posisi net cash. Ini berarti nilai utang lebih kecil dari dana tunai internal yang dimiliki.

23.44

BUDI Budi Acid Jaya Tbk

JAKARTA. Hingga paruh 2009, PT Budi Acid Tbk (BUDI) sudah merampungkan empat Pembangkit Listrik Tenaga Bio Gas (PLTBG) dari delapan PLTBG yang akan mereka bangun tahun ini. Total investasi proyek PLTBG ini mencapai US$ 30 juta.

Kapasitas empat PLTBG yang sudah rampung itu sekitar 15 megawatt (MW). "Namun saat ini PLTBG yang sudah selesai itu baru mampu mengalirkan listrik sekitar 10 MW," kata Mawarti Wongso, Sekretaris Perusahaan BUDI, kemarin (6/7).

Adapun total kapasitas listrik delapan PLTBG mencapai 25 MW. Target penyelesaian empat PLTBG yang lain adalah tahun depan.

Perusahaan ini akan memanfaatkan aliran listrik dari delapan PLTBG tersebut untuk menjalankan mesin pabrik pengolahan tepung tapioka.PLTBG yang semuanya berada di Lampung ini memanfaatkan limbah cair dari produksi tepung tapioka.

Pengoperasian PLTBG itu sanggup menekan biaya operasional BUDI. Dari pengoperasian empat PLTBG itu saja, BUDI bakal menghemat biaya operasional sekitar US$ 7 juta per tahun.

Mawarti menambahkan, tahun ini BUDI hanya membutuhkan dana sekitar US$ 7 juta bagi penyelesaian empat pembangkit lagi.

Selain dari kas internal, BUDI menggandeng Nedo Fund dari Jepang dan Cargill dari Amerika Serikat untuk mendanai proyek ini. Namun sebagian besar anggaran pembangkit BUDI berasal dari pinjaman kepada Bank Mandiri. "Jumlahnya sekitar 75% dari total proyek atau sekitar US$ 22,5 juta," ujarnya.

Tahun ini BUDI berencana menaikkan 20% produksi tepung tapioka menjadi 600.000 ton. Tahun lalu, BUDI memproduksi tepung tapioka sebanyak 500.000 ton.

23.37

BLTA Berlian Laju Tanker Tbk



JAKARTA. PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA) seperti mendapat rezeki nomplok. Perusahaan tanker ini berhasil meraih kontrak pengangkutan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) Tangguh dari BP Tangguh. Masa kontrak itu berlaku selama 20 tahun.

Kemarin (6/7), kapal pertama BLTA berlayar dari Tangguh menuju Korea Selatan. Berkat berita itu, harga saham BLTA pun melesat. Bahkan kemarin, harga saham BLTA naik ke titik tertinggi sepanjang tahun ini, yakni Rp 960 per saham.

Perusahaan perkapalan terbesar di Indonesia ini akan menggunakan dua unit tanker berkapasitas 155.000 kaki kubik gas (cubic feet of gas) untuk memenuhi kontrak Tangguh. BLTA meneken dua buah kontrak. Yang pertama pada Desember 2008, sementara kontrak kedua Mei 2009.

Analis Bhakti Capital Securities Reza Nugraha bilang, kontrak ini menguntungkan kedua belah pihak. Bagi BP Tangguh, kontrak dengan perusahaan pengangkutan berbendera Indonesia saat ini lebih hemat daripada menunggu asas cabotage berlaku. Sebab saat itu, tarif penyewaan kapal Indonesia pasti naik.

Bagi BLTA, kontrak ini jelas mempertebal kantongnya. "Kontrak ini akan memberi kepastian pendapatan jangka panjang," kata Reza, kemarin.

Namun, Kepala Riset Financorporindo Nusadana Edwin Sebayang berpendapat, kontribusi kontrak LNG Tangguh tidak terlalu berpengaruh ke pendapatan BLTA. "Kontribusi kontrak itu hanya 5% tahun ini," kata Edwin. Alasannya, hingga kini BLTA memiliki satu kapal LNG. Sedang 87 unit kapal BLTA lainnya merupakan tanker bahan kimia dan minyak bumi.

Menambah armada

Namun secara umum, sentimen positif masih bertiup ke BLTA serta perusahaan pelayaran lokal. Maklum, tahun depan asas cabotage mulai berlaku. Asas cabotage mewajibkan penggunaan maskapai pelayaran lokal bagi pengangkutan domestik.

Guna menyambut asas itu, BLTA akan menambah 14 unit kapal baru selama periode 2009-2014. Total kebutuhan dananya US$ 450 juta.

Sebagai permulaan, tahun ini BLTA mendatangkan empat kapal dari Jepang. Yakni, tiga kapal tanker pengangkut bahan kimia serta satu kapal pengangkut gas alam cair (LNG carrier). "LNG carrier itu untuk mengangkut gas alam cair BP Tangguh," kata Widihardja Direktur Utama BLTA, kemarin.

Tahun ini, BLTA juga bersyukur harga minyak lebih rendah dari tahun lalu. Soalnya, ini akan memangkas biaya operasional BLTA.

Namun, krisis global melemahkan permintaan angkutan ke Eropa. Karena itu, Reza melihat, kontribusi anak usaha BLTA, Chembulk Tankers, akan merosot. Sisi positifnya, rugi kurs takkan membayangi BLTA lantaran rupiah stabil.

Maka, Reza memprediksi laba bersih dan pendapatan BLTA naik 5% dari tahun lalu. Ia pun merekomendasikan beli saham BLTA dengan harga wajar Rp 980 per saham.

Di pihak lain, Edwin menghitung pendapatan BLTA di 2009 akan turun 4,28% menjadi Rp 6,7 triliun. Laba bersihnya akan merosot 6,6% menjadi Rp 1,4 triliun. Itu di luar asumsi pendapatan dari kontrak Tangguh. Ia pun merekomendasikan tahan. "Sampai kita tahu nilai kontrak dari BP Tangguh," ujarnya..

BLTA akan berusaha merebut 21% pasar kapal tanker di domestik yang sekarang masih berbendera asing. Kapasitas kapal BLTA 2,1 juta dead weight ton (dwt).

Tahun lalu ada 89 kapal yang beroperasi, tahun ini ditargetkan jadi 92 kapal BLTA yang beroperasi.Pada 2012, diperkirakan kapal baru tanker akan bertambah 10 unit dan untuk gas empat unit. Sedangkan yang akan masuk tahun ini adalah satu tanker kimia. Sedangkan untuk 2010 akan ada lima kapal masuk terdiri dua gas dan tiga chemical

23.23

CEKA Cahaya Kalbar Tbk

Cahaya Kalbar Sells Unit for IDR22.559 Bn

Tuesday, 7 July 2009 12:12:30
StockWatch (Jakarta) - The management of chocolate processing company PT Cahaya Kalbar Tbk (CEKA) on July 3, 2009, sold the company's 99.99% stake of PT Inti Cocoa Abadi for IDR22.559 billion, corporate secretary Emanuel Dwi Iriyadi said.

Iriyadi said Cahaya Kalbar sold 70% stake at Inti Cocoa Abadi to PT Wilmar Nabati Indonesia - an affiliated company which is located in Dumai - for IDR15.792 billion, and 29.99% stake to PT Natura Wahana Gemilang - also an affiliated company which is located in Medan - for IDR6.767 billion, so the total transaction is IDR22.559 billion.

He said further that the stakes have been sold for the sake of efficency because Inti Cocoa Abadi has stopped production since April 2005. All production machines and their supporting equipments have been sold, he said, and the proceeds of the sale will be used for repaying the company's debt.

In a public information submitted to the Indonesia Stock Exchange (IDX) today (Tuesday 7/7) in Jakarta, he said the stake sale will bring additional cashflow for the company, will reduce loan interest expense, and eliminate the loss caused by Inti Cocoa Abadi's unused asset.

He said the company appointed independent appraisal PT Inti Utama Penilai to evaluate the fairness of the transaction, and the resulf of evaluation shows that the transaction is fair and will not trigger a loss to the shareholders. Besides, the transaction is not material and will not lead to conflict of interest.

Wilmar Nabati Indonesia is active in vegetable food processing and basic chemicals that are based on agriculture, while PT Natura Wahana Gemilang operates in general trade, mining and natural resources.

07.33

ASII Astra International Tbk

PT Astra International Tbk.: Bertahan berkat Catur Dharma

Selain teguh menerapkan nilai-nilai perusahaan, kemampuannya menghasilkan pemimpin-pemimpin usaha yang andal juga menjadi salah satu kunci sukses Astra selama ini.

Pada 20 Februari 1957, William Soeryadjaya dan adiknya, Tjia Kian Tie, mendirikan sebuah perusahaan yang merupakan cikal bakal Astra International. Awalnya perusahaan itu hanya bergerak di bidang perdagangan hasil bumi dan barang-barang lainnya, seperti bahan makanan kaleng, bahan bangunan, dan peralatan kantor.

Seiring berjalannya waktu, perusahaan yang bermarkas di Sunter ini kemudian mengembangkan usahanya di bidang otomotif, perkebunan, dan alat berat. Kemudian, pada 1980, perusahaan ini resmi tercatat di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) dan statusnya menjadi perusahaan terbuka.

Kini, di bawah kepemimpinan Michael Darmawan Ruslim, Astra telah memiliki sekitar 121 anak usaha yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia.

Berbagai penghargaan pernah diterima Astra. Kinerja perusahaan pun selalu gemilang. “Apa pun yang kami lakukan, harus excellent.

Semuanya berasal dari Catur Dharma,” kata Michael Darmawan Ruslim, presiden direktur PT Astra International Tbk., beberapa waktu lalu. Catur Dharma merupakan nilai-nilai yang dipegang Astra secara terus-menerus, yang menjadi spirit dalam mengembangkan diri dan memberi nilai tambah kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholder).

Nilai-nilai itu adalah: bermanfaat bagi bangsa dan negara, pelayanan yang terbaik bagi pelanggan, saling menghargai dan membina kerja sama, serta berusaha mencapai yang terbaik.

Tidak sekadar penerapan nilai, ketersediaan sumber daya manusia yang andal juga menjadi salah satu kunci sukses yang dimiliki Astra.

Lewat program talent management, Astra sejak awal telah mengidentifikasi, mengelola, dan mengembangkan para talent organisasi yang dipersiapkan untuk menjadi kader-kader pemimpin organisasi masa depan.

Maka, tidak mengherankan jika Astra pernah berhasil mencetak pemimpin-pemimpin yang unggul dalam menjalankan Astra, seperti T.P. Rachmat, Rini Soewandi, Subagio Wirjoatmodjo, Budi Setiadharma, Muhamad Tohir, Palgunadi T. Setyawan, dan Michael D. Ruslim.

Akan tetapi, pada kuartal I-2009 PT Astra International Tbk. mencatat penurunan laba bersih sebesar 17% menjadi Rp1,875 triliun dari Rp2,249 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Agaknya performa Astra juga terpengaruh oleh krisis ekonomi global.

Menanggapi krisis keuangan global yang terjadi sejak tahun lalu, Michael menyikapinya dengan bijak. Ia yakin, strategi yang telah dibangun jauh sebelum krisis terjadi bisa membawa Astra keluar dari krisis.

“Di sisi internal, harus ada komunikasi antara satu bagian dan bagian lain dan kreatif mencari solusi. Saya tidak bisa memotong strategi yang telah dirumuskan sebelumnya. Namun, saya yakin perusahaan mampu melewati krisis ini dengan baik,” ujar Michael, optimistis.

07.09

BBCA Bank Central Asia Tbk

PT Bank Central Asia Tbk.: Jatuh Bangun Mengejar Keabadian

Bank berusia 52 tahun ini berhasil melewati ujian terberatnya pada masa krisis 1997. Pemanfaatan teknologi informasi menjadi andalan.

Pada 21 Februari 1957 BCA resmi berdiri dengan nama Bank Central Asia NV. Bank yang didirikan oleh Sudono Salim ini sekarang dikenal sebagai bank yang memanfaatkan betul teknologi informasi untuk layanan perbankannya. Ia punya jaringan ATM sendiri.

Kini, BCA memiliki lebih dari 8 juta rekening nasabah yang dilayani oleh 852 cabang, 6.137 ATM, dan 80.293 EDC (Electronic Data Capture) yang tersebar di seluruh Indonesia. BCA juga mengembangkan layanan perbankan melalui internet dan telepon selular.

Tahun 2009 ini BCA berencana menambah 700 ATM dengan nilai investasi sekitar US$10 juta.

Dengan usianya yang telah melewati setengah abad, BCA sudah melalui banyak rintangan.

Salah satu yang terberat adalah saat krisis moneter 1997. Ketika itu BCA mengalami penarikan dana nasabah secara besar-besaran (rush) yang dipicu krisis kepercayaan kepada dunia perbankan. Akibatnya, BCA diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), pada 1998.

Setelah diambil alih BPPN, pada tahun yang sama kinerja BCA berhasil pulih. Pada Desember 1998, dana pihak ketiga telah kembali ke tingkat sebelum krisis.

Aset BCA mencapai Rp67,93 triliun, padahal pada Desember 1997 hanya Rp53,36 triliun.

Pada 2000, BCA melakukan penawaran saham perdana. Mereka menjual 22,55% saham yang berasal dari divestasi BPPN. Kejutan terjadi pada 2002 ketika BPPN melepas 51% sahamnya di BCA melalui tender penempatan privat yang strategis.

Farindo Investment, Ltd., yang berbasis di Mauritius, memenangkan tender tersebut. Farindo sendiri 90% sahamnya dimiliki Farallon Capital, sementara sisanya ada di tangan dua bos Djarum, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono, melalui Alaerka Investment.

Anthony Salim, pemilik lama BCA, masih menguasai 1,76% saham.

Pada kuartal I-2009 BCA berhasil membukukan kinerja keuangan yang baik. Laba bersih naik 41,8% menjadi Rp1,63 triliun dari periode yang sama tahun lalu yang cuma Rp1,15 triliun.

Sayangnya, kenaikan laba ini juga diikuti dengan kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL) menjadi 1,6%. Selain itu, total kredit yang dikucurkan turun Rp5,5 triliun menjadi Rp107,27 triliun pada kuartal I-2009. "Adapun penurunan kredit lebih karena faktor siklikal, karena pada awal tahun banyak emiten yang melunasi kredit," tutur Djohan Emir Setijoso, direktur utama PT Bank Central Asia Tbk., seperti dikutip Bisnis Indonesia.