06.50

BTEL Bakrie Telecom Tbk,

Kemana Larinya 74,55% Saham BTEL?

Pemegang pengendali saham PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) kini hanya dipegang oleh 2 perusahaan, yakni PT Bakrie&Brothers Tbk dan CS AC (Spore) S/A yang menguasai 25,45%.

Demikian data Badan Administrasi Efek PT Ficomindo Buana Registrar tertanggal 30 Desember 2009 yang dipublikasikan pada Kamis (7/1).

BAE mencatat, CA AC (Spore) hanya menguasai 8,5% setara dengan 2.300 juta lembar saham dan Bakrie&Brothers pun menempatkan 16,85% setara dengan 4.800 juta lembar saham. Perusahaan jejaring komunikasi ini pun menempatkan saham yang beredar sebanyak 28.482.417.597 lembar saham. Pertanyaannya adalah kemana larinya 74,55% saham BTEL?

Pada April 2008, BNBR memperoleh pinjaman dari Oddickson senilai US$ 1,086 miliar dengan menjaminkan 22,6% saham BUMI, 21,44% saham ELTY, 40% saham ENRG, 7,47% saham UNSP dan 27,32% saham BTEL. BNBR tidak dapat melunasi utang tersebut. Oleh karena itu, Northstar menalangi sisa utang BNBR kepada Oddickson sebesar US$ 575 juta.

Pada 12 Desember 2008, BTEL menyatakan dalam keterbukaan BEI, bahwa salah satu anak usaha Sinar Mas, PT Sinarmas Sekuritas, telah memiliki saham BTEL. Hingga 28 November 2008, Sinarmas Sekuritas, telah memiliki 6,2% saham BTEL atau sama dengan 1,76 miliar saham.

Dulu, lembaga kuangan global, Credit Suisse Singapore Branch S/A Long Haul Holdings (08/05) tercatat memegang 2,306 miliar saham atau 8,08% di PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL). Selain Credit Suisse PT Bakrie&Brother juga memiliki saham BTEL sebanyak 6,418 miliar lembar 22,54% dan juga, Unidex Pasific Limeted memiliki 5,02% atau 1,428 miliar saham.

Berdasarkan situs BEI, diperoleh pemegang saham BTEL yang sudah tak lagi mengendalikan antara lain, 1St Financial Company Limited, Credit Suisse Singapore Branch S/A Long Haul Holdings, Danatama Makmur, Long Haul Holdings Ltd dan ROBC (Asia) Ltd serta Unidex Pasific Limeted.

05.36

ELTY Bakrieland Development Tbk

Bakrieland Considers IDR2 Tn Financing Options


Wednesday, 6 January 2010 08:18:52
StockWatch (Jakarta) - PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) needs approximately IDR2 trillion for financing the company's projects in 2010 that consist of city property, landed residential and tollroads.

"The amount includes the cost for partnership in tollroad development projects. We cannot give the detail, but there are more than two roads in Java we are discussing about," Bakrieland's president Hiramsyah Thaib said on Monday (4/1) at the Indonesia Stock Exchange (IDX) building Jakarta.

He said the financing option is not final, and the company is considering to issue US dollar bonds, or a combination of rupiah bonds and rights issue, or setting up a strategic partnership. "We are considering the options," he said.

Bakrieland has the option of selling a stake at the company's PT Bakrie Toll Road by the end of 2010 for financing its projects. "Maybe we will sell about 10% stake. Bakrie Toll Road has planned to issue IDR500 billion bonds this year for its tollroad constructions," he said.

Besides, Bakrieland has planned to allocate IDR510 billion for buying back the company's shares in February 2010, as the company's share price was down on negative sentiment after Dubai World's default. Dubai World's subsidiary Limitless LLC, which is Bakrieland's strategic partner in various property projects.

He said further that the shares to be bought back will be sold in the market via two options, in form of conversion bonds or blocksale to a strategic partner. (irawan/bw)

23.00

BUMI Bumi Resources Tbk,

BUMI Berharap Dairi Sumbang US$ 300 Juta

JAKARTA. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) terus berupaya melakukan diversifikasi usaha. Produsen batubara terbesar di Indonesia ini menaruh harapan besar pada potensi tambang seng dan timah hitam miliknya di Dairi, Sumatera Utara. Prediksi mereka, tambang yang dikuasai BUMI lewat Herald Resources ini mampu memberikan kontribusi pendapatan sebesar US$ 200 juta hingga US$ 300 juta per tahun.

Presiden Direktur BUMI Ari Saptari Hudaya menargetkan, produksi tambang Dairi mencapai 150.000 ton per tahun. "Ini akan terjadi saat tambang itu mencapai posisi produksi yang optimal," ujarnya kepada KONTAN, beberapa waktu lalu. Dairi terdiri atas tiga tambang, yakni Anjing Hitam, Basecamp, dan Lae Jahe. Total cadangan seng dan timah hitam di sana ditaksir 17,90 juta ton.

Sayangnya, izin operasional pembukaan tambang yang berada di kawasan hutan lindung itu belum keluar. Departemen Kehutanan belum memberikan restu kepada Herald.

Pasalnya, dua Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang kawasan hutan lindung masih dalam tahap penyelesaian. Salah satu isinya mewajibkan investor mengganti lahan seluas dua kali lipat dari lahan hutan yang mereka gunakan.

Biaya pengembangan

Ari berpendapat, sebenarnya pemerintah berkepentingan agar produksi seng dan timah dalam negeri bisa berjalan. "Karena, kini Indonesia masih mengimpor kedua komoditas itu," ujarnya. Karenanya, ia berharap izin penambangan segera terbit.

Manajemen BUMI menargetkan, Dairi bisa berproduksi dalam jangka waktu 20 bulan hingga 24 bulan sejak izin dikantongi. Anak usaha Grup Bakrie ini menganggarkan dana investasi sebesar US$ 211 juta.

Perinciannya, sebesar US$ 171 juta untuk belanja modal atau capital expenditure (capex) dan biaya eksplorasi dianggarkan US$ 10 juta. Sisanya, sebesar US$ 30 juta akan digunakan untuk modal kerja. Seluruh dana tersebut bersumber dari pinjaman China Investment Corporation (CIC), yang mencapai US$ 1,9 miliar.

Pengamat pasar modal David Fernandus melihat, harga seng dan timah memang terus menanjak sejak awal tahun ini. Seharusnya, BUMI bisa mengambil kesempatan tersebut bila izin telah penambangan sudah diperoleh. Berdasarkan data London Metal Exchange (LME), pada Selasa lalu (29/12), harga seng mencapai US$ 2.548 per ton. Harga ini sudah melambung 96% dari awal 2009 yang sebesar US$ 1.300 per ton.

Hal serupa juga terjadi pada komoditas timah hitam. Harganya melonjak hingga 118,66% menjadi US$ 2.449 per ton. Padahal, awal Januari tahun ini, harganya masih sebesar
US$ 1.120 per ton.

Namun, karena tambang Dairi belum beroperasi, David tidak memasukkan potensi pendapatan tersebut ke dalam proyeksi kinerja BUMI. Ia merekomendasikan tahan saham ini. Namun, David sedang merevisi target harga untuk saham BUMI. Sebelumnya, dia menargetkan harga saham BUMI mencapai Rp 3.600 per saham hingga 12 bulan kedepan. Kemarin, harga saham BUMI turun 3% menjadi Rp 2.424 per saham.

22.47

TKIM Tjiwi Kimia Tbk

JAKARTA. Meski tak separah saudaranya, PT Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) juga harus membukukan penurunan kinerja sepanjang Januari-September 2009 ini. Pada kuartal III 2009, laba bersih TKIM harus turun 29,41% menjadi US$ 39,12 juta ketimbang periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 55,42 juta.


Turunnya laba bersih emiten produsen kertas ini, diawali dari kejatuhan penjualan mereka. Pada kuartal III 2009, penjualan perusahaan hanya mencapai US$ 855,02 juta. Turun 15,1% dari penjualan pada periode yang sama tahun 2008 sebesar US$ 1,07 miliar.

Penurunan penjualan diikuti dengan penurunan laba kotor TKIM. Sampai September 2009, laba kotor TKIM turun 17,82% menjadi US4 155,4 juta dari tahun lalu sebesar US$ 189,1 juta. Beban usaha TKIM juga turun dari US$ 90,87 juta tahun lalu menjadi US$ 78,77 juta tahun ini.

Cuma, karena laba kotor sudah turun, laba usaha TKIM juga ikut terseret. Pada kuartal III 2009 ini, laba usaha TKIM turun 21,97% menjadi US$ 76,63 juta dari laba usaha tahun lalu US$ 98,2 juta.

Apalagi TKIM juga masih menanggung beban lain-lain sebesar US$ 25,29 juta. Memang turun dari beban lain-lain tahun lalu sebesar US$ 33,47 juta. Tapi, itu tidak berpengaruh signifikan. Karena, perusahaan tetap harus mengalami penurunan laba bersih.